Setiap orang memiliki banyak sekali kenangan yang sulit
dilupakan dalam hidupnya, baik kenangan baik maupun kenangan yang kurang menyenangkan.
Apapun itu kenangan adalah bagian dari kehidupan yang sejatinya ada karena kita
pernah hidup dan masih hidup sampai saat ini untuk mengingat kembali kejadian
tersebut. Dan bagi saya pribadi kenangan yang masih sering terngiang – ngiang sampai
saat ini adalah proses kelahiran anak pertama saya, Rio.
![]() |
Sumber gambar : Pinterest |
Hari itu saya dan suami pergi check up kandungan ke salah
satu rumah sakit swasta di Sunter, Jakarta Utara. Saat usia kandungan memasuki
9 bulan memang pemeriksaan hampir dilakukan seminggu sekali. Drama panjang dan
berkelanjutan terus saja bergulir selama masa kehamilan, apalagi saat hamil
kadar hormon progesteron dan estrogen meningkat sehingga mempengaruhi emosi dan
mood para ibu termasuk saya. Ditambah diusia kandungan 6 bulan saya sempat
mengalami depresi akibat kelelahan kerja dan didiagnosa
mengalami infeksi darah yang menyebabkan kelebihan sel darah putih dalam tubuh.
Alhasil selama kehamilan, kehidupan nyaris seperti sinetron alay di TV, pagi
masih suap – suapan, sore kadang sudah perang genderang. Untungnya sang suami
(sedikit) mengerti dengan fase ini, meskipun sesekali juga sering khilaf, tapi
alhamdulillah semuanya bisa teratasi.
Jadi, setelah bertemu dokter dan dilakukan pemeriksaan ternyata
kandungan saya mengalami sedikit masalah (lagi). Pertama soal air ketuban
yang kering, kedua tali pusar yang terlilit dileher bayi dan terakhir ari-ari
sudah kering sehingga pasokan makanan untuk bayi mengalami penyumbatan. Respon
kami berdua saat itu, Bingung dan ketakutan. Apalagi dokter menyatakan kalau
bayi harus dioperasi caesar malam itu juga atau paling lambat besok. Kami
berdua seperti disambar petir disiang bolong pasalnya beberapa hari kemarin
sempat juga chekup ke klinik dekat rumah tapi kandungan masih dinyatakan baik. Memang beberapa
persiapan untuk persalinan sudah lengkap, tapikan
ini bukan cuma soal popok dan selimut tapi juga mental. Untuk persalinan normal
saja rasanya masih “ngeri” membayangkan bagaimana prosesnya si anak bisa keluar, lah ini operasi caesar yang notabennya
selama ini disuntik saja masih takut, sekarang malah harus berurusan dengan pisau
bedah dan kawan -kawannya. Hari itu, keinginan terbesar saya adalah bisa melahirkan tanpa operasi
dan tanpa ngeden, Meskipun terdengar
mustahil tapi saya tetap berharap.
Pagi - pagi kami sudah berada dirumah sakit untuk registrasi
dan mengurus kamar, setelah semuanya beres barulah kemudian proses pemeriksaan
panjang dilakukan, mulai dari cek darah, dan sebagainya. Saya juga sudah
dianjurkan berpuasa, mengingat jadwal operasi akan dilakukan jam 16:00. Saat itu saya hanya
bisa memegangi tangan suami dan merengek, dia hanya mengusap kepala dan
berusaha menguatkan meskipun saya tau dia sendiri juga sedang ketakutan. Kami
hanya berusaha bernafas, meskipun jantung rasanya hampir meledak.
Dan 20 menit terpanjang dalam hidup adalah saat operasi
caesar berlangsung, ada perasaan takut yang kuat, tapi juga ada harapan yang
tinggi semoga bayi bisa lahir dengan selamat. Ada perasaan haru, senang, dan
sakit secara bersamaan. Rasanya aneh, sedetik senang tapi sedetik kemudian meringis. Hanya seorang ibu
yang tau bagaimana rasanya, karena sulit mendeskripsikan kasih sayang seorang
ibu kepada anaknya dengan kata-kata. Saat itu rasanya ingin memeluk ibu erat-erat dan berkata,
Terimakasih.
Hari itu saya sadar,
bahwa bagaimanapun juga seorang ibu telah bertaruh nyawa untuk
melahirkan anaknya. Dan bahkan harus melewati rasa sakit yang sedemikian
dasyat. Tapi sebagai seorang anak, saya sering lupa. Terkadang ada perasaan
kesal karena mungkin ada sikapnya yang kurang menyenangkan, atau kata-katanya
yang menyakitkan. Tapi akhirnya saya sadar tidak ada orang tua yang sempurna didunia ini. Semua
orang sedang dalam proses belajar, Termasuk saya.
0 Comments
Mari budayakan berkomentar dengan bijak ya cantik :)