20 Menit Terpanjang Dalam Hidup



Setiap orang memiliki banyak sekali kenangan yang sulit dilupakan dalam hidupnya, baik kenangan baik maupun kenangan yang kurang menyenangkan. Apapun itu kenangan adalah bagian dari kehidupan yang sejatinya ada karena kita pernah hidup dan masih hidup sampai saat ini untuk mengingat kembali kejadian tersebut. Dan bagi saya pribadi kenangan yang masih sering terngiang – ngiang sampai saat ini adalah proses kelahiran anak pertama saya, Rio.

20 Menit Terpanjang Dalam Hidup
Sumber gambar : Pinterest
Hari itu saya dan suami pergi check up kandungan ke salah satu rumah sakit swasta di Sunter, Jakarta Utara. Saat usia kandungan memasuki 9 bulan memang pemeriksaan hampir dilakukan seminggu sekali. Drama panjang dan berkelanjutan terus saja bergulir selama masa kehamilan, apalagi saat hamil kadar hormon progesteron dan estrogen meningkat sehingga mempengaruhi emosi dan mood para ibu termasuk saya. Ditambah diusia kandungan 6 bulan saya sempat mengalami depresi akibat kelelahan kerja dan didiagnosa mengalami infeksi darah yang menyebabkan kelebihan sel darah putih dalam tubuh. Alhasil selama kehamilan, kehidupan nyaris seperti sinetron alay di TV, pagi masih suap – suapan, sore kadang sudah perang genderang. Untungnya sang suami (sedikit) mengerti dengan fase ini, meskipun sesekali juga sering khilaf, tapi alhamdulillah semuanya bisa teratasi.

Jadi, setelah bertemu dokter dan dilakukan pemeriksaan ternyata kandungan saya mengalami sedikit masalah (lagi). Pertama soal air ketuban yang kering, kedua tali pusar yang terlilit dileher bayi dan terakhir ari-ari sudah kering sehingga pasokan makanan untuk bayi mengalami penyumbatan. Respon kami berdua saat itu, Bingung dan ketakutan. Apalagi dokter menyatakan kalau bayi harus dioperasi caesar malam itu juga atau paling lambat besok. Kami berdua seperti disambar petir disiang bolong pasalnya beberapa hari kemarin sempat juga chekup ke klinik dekat rumah tapi  kandungan masih dinyatakan baik. Memang beberapa persiapan untuk persalinan sudah lengkap, tapikan ini bukan cuma soal popok dan selimut tapi juga mental. Untuk persalinan normal saja rasanya masih “ngeri” membayangkan bagaimana prosesnya si anak bisa keluar, lah ini operasi caesar yang notabennya selama ini disuntik saja masih takut, sekarang malah harus berurusan dengan pisau bedah dan kawan -kawannya. Hari itu, keinginan terbesar saya adalah bisa melahirkan tanpa operasi dan tanpa ngeden, Meskipun terdengar mustahil tapi saya tetap berharap.

Pagi - pagi kami sudah berada dirumah sakit untuk registrasi dan mengurus kamar, setelah semuanya beres barulah kemudian proses pemeriksaan panjang dilakukan, mulai dari cek darah, dan sebagainya. Saya juga sudah dianjurkan berpuasa, mengingat jadwal operasi  akan dilakukan jam 16:00. Saat itu saya hanya bisa memegangi tangan suami dan merengek, dia hanya mengusap kepala dan berusaha menguatkan meskipun saya tau dia sendiri juga sedang ketakutan. Kami hanya berusaha bernafas, meskipun jantung rasanya hampir meledak.

Dan 20 menit terpanjang dalam hidup adalah saat operasi caesar berlangsung, ada perasaan takut yang kuat, tapi juga ada harapan yang tinggi semoga bayi bisa lahir dengan selamat. Ada perasaan haru, senang, dan sakit secara bersamaan. Rasanya aneh, sedetik senang tapi sedetik kemudian meringis. Hanya seorang ibu yang tau bagaimana rasanya, karena sulit mendeskripsikan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya dengan kata-kata. Saat itu rasanya ingin memeluk ibu erat-erat dan berkata, Terimakasih.

Hari itu saya sadar,  bahwa bagaimanapun juga seorang ibu telah bertaruh nyawa untuk melahirkan anaknya. Dan bahkan harus melewati rasa sakit yang sedemikian dasyat. Tapi sebagai seorang anak, saya sering lupa. Terkadang ada perasaan kesal karena mungkin ada sikapnya yang kurang menyenangkan, atau kata-katanya yang menyakitkan. Tapi akhirnya saya sadar tidak ada orang tua yang sempurna didunia ini. Semua orang sedang dalam proses belajar, Termasuk saya.


0 Comments

Mari budayakan berkomentar dengan bijak ya cantik :)