Bijak Berkata dan Bekomentar adalah Kewajiban



Sebagai penggiat sosial media, saya sering sekali mendengar banyak kasus yang dialami bullyan atau kata-kata kurang mengenakkan, bahkan pelecehan melalui media sosial oleh para netizen. Meskipun tak semua netizen didunia maya demikian, tapi ya kebanyakan sama.


sumber gambar :imnakos.com


Pernahkah kita berfikir kenapa mereka begitu aktif mengomentari segala sesuatu baik postingan baik apalagi postingan yang bermuatan negatif. Padahal setiap orang tentu memiliki kekurangan dalam dirinya masing-masing, tak ada manusia yang sempurna didunia ini. Dan kata-kata ini hampir semua orang tahu, tapi hanya sedikit yang mengerti.

Terkadang, kita memposisikan diri kita berada dipihak yang benar, sedang orang-orang yang tak sepaham adalah salah. Sifat egois memang sudah menjadi fitrah bagi manusia, terlihat dari anak-anak saat belum bisa mengendalikan emosi dan fikirannya. Para balita sering berebut mainan, makanan dengan teman-temannya itu menjadi sesuatu yang lumrah, sedangkan jika kita masih berprinsip sama, mungkin ada yang salah dengan tumbuh kembang fikiran kita.

Banyak orang merasa saat mereka menulis sesuatu disosial media, atau kolom publik dengan tulisan yang bermuatan sara, Isu, Hoax, pelecehan, penghinaan dan sebagainya akan lolos dari sangsi karena wajah asli mereka tidak terlihat mungkin, atau akun yang digunakan akun bodong, atau karena dianggapnya orang-orang tidak akan tau siapa dia. JELAS SALAH. Orang-orang tersebut dapat dituntut hukum yang berlaku .

Menurut UU ITE tahun 2008 BAB VII pasal 27 ayat (3) Tentang Perbuatan Yang Dilarang , Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dan Pasal 28 ayat (2) Bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Dan  ada banyak pasal lain di UU ITE yang wajib diketahui oleh kita sebagai penggiat media sosial agar dapat memahami tata cara dan norma-norma yang berlaku di media sosial. Meskipun ayat diatas menekankan pada pihak-pihak yang “membuat” berita bermuatan negatif , tapi para netizen umumlah yang kemudian membuat berita-berita tersebut viral dan menjadi tontonan banyak orang hanya dengan jari jemarinya dan celotehan kecilnya.

KLIK – KOMEN – SHARE

“ Ya ampun kok begini yah, bla bla bla....” kemudian share

Masih mending kalau kata - kata komentar pengantarnya masih enak dibaca, terkadang konten negatif juga diawali dengan komentar negatif dikalimat pembuka.

“ Ban****, nih BA** seenaknya ngomong begini ... “

Dannnnnnnnn banyak lagi komentar yang dibuat, tanpa diberitahu kita sudah tau. Dan refleks orang-orang akhirnya berkomentar baik yang setuju dengan pendapatnya maupun tidak. Pada akhirnya orang-orang yang bersebrangan beradu debat tanpa akhir hingga saling memaki. Setiap harinya timeline dipenuhi topik – topik hangat dari berbagai sudut pandang. Dan kasus seperti ini tidak akan pernah ada habisnya mulai dari soal tempe sampai soal nuget yang didebatkan emak-emak akhir-akhir ini.


Awalnya ya, saya dulu juga pernah khilaf saat belum sadar betul dampai media sosial bagi masyarakat kita sekarang ini. Sekarang saya jadi sedikit lebih bijak dalam memilih berita konten, dan komentar yang akan disebarkan meskipun diakun pribadi yang jumlah temannya tidak banyak.

Pernah satu hari ramai di Timeline Facebook soal REAL FOOD dan Makanan Siap saji, ibu – ibu yang menjunjung pola hidup sehat (mungkin) menyuarakan pendapatnya tentang real food dan fungsi real food. Jelas ini merupakan informasi yang baik tapi sayangnya beberapa kata di akhir kalimat akhirnya menyudutkan pihak lain yang mengatakan “ Ibu – ibu yang masih menyetok bakso, sosis dana teman-temannya adalah ibu yang pemalas”. Kemudian banyak yang tersinggung dan membuat status tandingan (Termasuk saya). Saat ego bermain, pada akhirnya semua orang yang tidak sepaham, tidak sependapat dan tidak memiliki cara yang sama adalah SALAH. Dan tak sedikit status tandingan juga bernada sama, alih-alih saling mengedukasi malah jadi jotos-jotosan status. Beruntungnya saya, meskipun ikut bersuara tapi juga tidak menghakimi sisi manapun. NETRAL meskipun saya pribadi juga termasuk orang yang suka menyetok makanan siap saji dikulkas.

Kita boleh menyerukan apapun pendapat kita, ITU HAK dan dilindungi undang-udang. Misalkan saya ingin membuat status “ Saya Suka Botok “, titik. Jangan kemudian memaksakan fakta dengan menambahkan kata “ Saya Suka Botok, yang tidak suka Botok berarti cupu”. Lah, weeehhh, kalau bikinnya begitu jelas diserbu dan memancing mancing konflik. Setiap orang memiliki hidup yang berbeda, cara pandang yang berbeda, latar belakang berbeda, lingkungan yang berbeda, dan masalah yang dialami pun berbeda. Jadi stop men’generalisasikan pendapat ke semua orang. Berbeda itu indah. Contoh, kalau semua orang suka makan botok, alangkah tidak menyenangkannya makanan di dunia ini. Ya toh ?. Jadi belajar hargai perbedaaan itu.

Mulai belajar menulis konten yang baik, kalaupun bermuatan informasi yang sifatnya kurang mengenakan pilihannya ada dua, jika tidak penting lebih baik tahan. Jika memang dirasa perlu agar orang tau demi kemaslahatan bersama, sebaiknya gunakan bahasa yang baik.
Munculnya artis-artis dadakan dari media sosial selama ini sebabnya karena orang-orang yang julit (apa bahasa indonesianya ya ?, mohon yang tau tulis dikolom komentar) mengomentari kelakuan seseorang, banyak orang kemudian berkomentar dan semakin banyak yang berkomentar kemudian jadilah VIRAL. HEBAT, Besoknya jadi Artis. Padahal bisa jadi keterkenalannya itu disebabkan karena 80% hujatan, 10% komentar lucu,  5% suka, 5% sisanya asal share tanpa alasan dan komentar yang jelas, jadi asal share aja. (Jangan tanya presentasenya dari mana ya, ini bukan dari BPS tapi dari saya pribadi.  Yang setuju monggo yang gak setuju, sakarepmu.)

Jadi Ingat sebelum menshare berita lakukan :

Jika bersifat Informasi Kroscek kebenaran berita sebelum tersebar,

Cari tau apa manfaat Tersebarnya berita tersebut,

Perkirakan apa yang akan terjadi kalau berita tersebut tersebar,

Tanyakan pada diri sendiri, kalau saya diposisi orang tersebut dan beritanya tersebar apakah saya senang ?

OKE ?.... SETUJU...

Soal Status juga itu Hak masing-masing individu ya,  Jadi terserah mau buat status apa. Ada yang isinya tentang keluhan anak, rumah, tangga pekerjaan, ada juga yang isinya tetang jalan-jalan, makanan, kuliner, pakaian, dan segala macamnya. Akan ada banyak sekali komentar diluar sana yang bertebaran meskipun kita memuat konten atau menyebarkan berita positif. Misalkan memfoto makanan yang dimakan, atau jalan-jalan (mungkin) akan ada segelintir orang yang menganggap kita tukang pamer, dan bla bla bla. Tak perlu menanggapi, niat sebenarnya hanya kita yang tau. Itu lebih baik daripada tidak pernah memposting kehidupannya tapi isi timelinenya hujatan. 


Tapi jangan  lupa satu hal, saat menshare masalah pribadi kepublik artinya semua orang bisa melihat apa yang kita tulis. Akan ada banyak tanggapan, bijaklah juga dalam menyikapinya. Jangan sampai kita curhat disosial media dan ketika ada yang menasehati malah mencak-mencak sendiri, kan agak aneh ya menurut saya.

Jadi , Bijak dalam berkata berkomentar dalam bermedia sosial adalah kewajiban.

Salam dari mamak yang lagi ngeteh,



2 Comments

  1. Aku sangat sependapat untuk berkomentar dengan bijak dan berpikir dulu sebelum menuliskan komentar kira-kira baik tidaknya.
    Jangan asal berkomentar yang menyinggung perasaan penulis,pengomrntar lain ataupun pembaca.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali mas @Himawan sant,
      Kadang kita memaksakan persamaan persepsi ke semua orang, bahkan saat berkomentar sampai lupa dengan perasaan orang lain hanya karna menganggap diri kita benar.

      Delete

Mari budayakan berkomentar dengan bijak ya cantik :)