Menulis Dengan Hati Menjadi Diri Sendiri


Sebenarnya punya blog udah cukup lama, mungkin lebih dari 3 tahun. Berawal dari tugas kuliah yang akhirnya baru bisa dimanfaatkan dengan baik akhir-akhir ini. Sebenernya hobi nulis memang sudah ada dari jaman SD dulu, bahkan sampai saat ini.



Menulis Dengan Hati Menjadi Diri Sendiri

Berawal dari bikin puisi – puisi percintaan ala abege yang lagi puber, dan baru kenal rasa suka. Jadi mulai nulis di buku SIDU bekas buku pelajaran yang halaman bekangnya masih kosong. Saat SMP mulai naik tingkat beli buku diary begembok unyu-unyu dengan hardcover tebal berwarna biru, inget banget. Saat SMA juga sama. Dan saat kuliah mulai nulis curhatan di catatan facebook yang melegenda.

Sempat berhenti nulis sejak pertengahan tahun 2011, karena beberapa alasan khususnya kehidupan. Dan baru memulai menulis lagi pertengahan 2016. Butuh waktu kurang lebih 5 tahun untuk kembali menemukan kebiasaan yang sudah belasan tahun dibangun.

Alasannya, kejenuhan. Beberapa masalah yang timbul membuat saya sadar bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kebahagiaannya sendiri. Bahkan kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan sepenuhnya kepada pasangan, dan itulah fakta pahit yang ditemukan. Jadi akhirnya saya kembali menulis bukan cuma untuk mengeluarkan unek-unek tapi juga mencari ketenangan dan kebahagiaan saya sendiri disana. Buat yang belum menikah, jangan terlalu takut karena pasti setiap hubungan akan ada pahitnya. Kalau dua benda yang memimiliki gravitasi didekatkan pasti akan saling tarik menarik , dan timbul  gesekan, beruntungnya manusia kan berakal jadi masih bisa dengan sadar menurunkan ego untuk menghindari tabrakan besar. Hoalah, jadi ngomongin fisika, back to topic.

Saat mulai menulis ada banyak hal yang ingin saya buat sebagai tulisan, tapi menurut seorang standup komedian saat mengomentari salah satu peserta untuk membuat materi  tulislah keresahan kamu dan hal yang dekat dengan hidup. Jadi kita tahu betul dan bisa mengupasnya lebih dalam. Oke noted.

Kenapa harus disamakan dunia menulis dengan standup komedian ? ya enggak harus juga sih. Setiap orang boleh mengambil dan berkiblat kemana, itu kembali ke pribadi masing-masing. Kalau saya pribadi entah kenapa kata-kata ini yang terngiang ketika awal mau nulis serius.

Beberapa bulan akhirnya munculah ide membuat resep masakan, karena dirasa lebih mudah dan lebih dekat dengan dunia saya sehari-hari. Sebenarnya mau juga membahas tentang sistem administrasi sesuai kejuruan kuliah yang diambil, tapi rasanya selama ini kuliah juga saya kurang srek sama jurusannya. Hahaha..... fakta yang menyakitkan.

Kebanyakan postingan masakan berasal dari masakan saya sendiri, jadi lagi masak difoto, kelar masak di make-upin kanan kiri, dekor sana sini,  cari posisi ciamik , baru di foto. Setelah itu posting di blog. Jangan tanya lelahnya, itu luar biasa. Benar-benar butuh kesabaran ekstra untuk menjadi seorang food blogger yang memasak makanan yang direview dan ditulis resepnya sendiri. Awalnya berjalan lancar, target tulisan 250 sampai 300 kata perartikel. Tapi lama kelamaan, saat kondisi emak-emak sedang dilanda  penyakit malas yang sering menjangkit setiap bulan. Akhirnya enggak ada bahan untuk setoran tulisan.

Berusaha untuk ambil resep dan gambar orang lain dengan izin langsung ke yang punya dan ditulis ulang ke blog, tetap saja. Tulisan seperti tanpa nyawa. Hanya mengejar setoran tulisan setiap hari. Mungkin informatif bagi sebagian orang, tapi seperti membaca buku resep masakan tapi profil pembuatanya tidak pernah tau.

Setelah beberapa bulan bahkan mungkin tahun berkutat dengan resep, akhirnya saya sendiri sadar disatu titik, saya bisa masak. Tapi saya belum ahli memasak. Kenyataan pahit yang menggampar saat banyak rekan dan keluarga bilang saya pinter masak, tapi kenyataanya dirumah saya juga masih belajar. Dan akhirnya saya memutuskan untuk tidak lagi memfokuskan resep masakan pada blog saya. Karena belum cukup ilmu saya untuk berbagi resep masakan ke semua orang . Kalaupun mengutip dan menggunakan foto orang lain dengan menyebutkan sumber, tetap saja saya tidak bisa mengulasnya dengan baik karena tidak terjun langsung dalam pembuatannya. Akhirnya mamak galau.....

Akhirnya daripada menulis hal yang tidak saya ketahui, saya memilih menulis yang saya ketahui dengan topik yang umum, sehari-hari. Bisa tentang sudut pandang, makanan yang pernah dimakan, tempat yang pernah dikunjungi, keseharian anak dan banyak lagi. Setelah beberapa kali menerima job freelance yang menuntut tulisan artikel lebih dari 500 kata bahkan ada yang sampai 800 kata, membuat saya terbiasa menulis panjang. Menyusun struktur bahasan dan mengembangkan ide.

Kemudian muncullah gagasan lain, bahwa setidaknya meskipun bahasanya sederhana minimal setelah membaca pembaca mendapatkan ilmu atau informasi. Jadi setelah membaca ada hal baru yang didapat dari pembaca.  Jadi saya berusaha memasukkan informasi valid dari kutipan berbagai media terpercaya sebagai penunjang artikel. Tapi tidak semua artikel, hanya  artikel yang dirasa butuh data valid saja.

Tapi setelah memasukkan unsur “informatif” kedalam tulisan, tulisan memang lebih terlihat apa ya...hmmm....... “ meyakinkan”, mungkin. Tapi gaya tulisan saya akhirnya menjadi kaku dan monoton. Mirip membaca berita atau koran akhirnya. Mamak frustasi....

Menulis Dengan Hati Menjadi Diri Sendiri
sumber gambar: Pinterest
Memang baik gaya tulisan yang bersifat formal maupun santai memiliki penggemar masing-masing. Karena orang –orang menjelajah internet bukan hanya untuk mencari informasi tapi kadang ada juga yang sekedar iseng mengisi waktu. Selain itu juga rentan usia, kebiasaan, cara pandang, dan selera membuat setiap orang memiliki selera “bacaan” tersendiri yang antara satu dan lainnya bisa jadi berbeda. Saya dan suami saja meskipun sama-sama suka baca tapi topik artikel yang kita baca berbeda.  Itu baru topik,  ada juga topiknya sama tapi cara penyampaiannya berbeda, itu juga tergantung selera.

( Baca : Bijak Berkomentar di Sosial Media )

Sempat saya berfikir bagaimana merubah gaya tulisan saya yang baku ini ya ? atau dibiarkan saja. Tapi kalau harus nulis yang agak gimana, saya juga merasa kurang mahir. Setelah pemikiran panjang selama beberapa jam (Hahahaha...), saya memutuskan untuk bertahan. Ini saya, dan gaya tulisan saya menjadi jati diri saya, Memang perlu ada perbaikan, iya jelas karena saya pun masih belajar.

Jadi  jangan takut berbeda. Saat orang lain mungkin menulis dengan gaya yang renyah, ringan, santai. Itu pilihannya, itu “aksen” nya, sama seperti logat bahasa dalam setiap daerah di Indonesia yang akhirnya membuat orang bisa tau darimana dia. Gaya kepenulisan juga menjadi identitas seorang penulis. Tapi untuk orang-orang yang mungkin gaya kepenulisannya agak baku dan kaku seperti saya, yaudah... it’s you. It’s me. Berbeda bukan berarti “kesalahan”. Tapi perbedaan itu yang akhirnya membuat dunia berwarna, dalam segala hal.

Jangan takut untuk menulis, entah menggunakan gaya apapun, menulislah. Jadilah dirimu sendiri dalam tulisanmu, jangan berkiblat kepada sesuatu yang bukan dirimu. Pada akhirnya, kamu akan merasa jenuh dan merasa bosan karena bukan itu yang kamu inginkan.


Setiap hari wara-wiri dari satu blog ke blog lain sekedar membaca atau mengamati pola tulisan. Dari satu berita ke berita lain untuk mencari ilmu dan informasi. Karena bagaimana kita bisa menulis kalau materi dan pengetahuan kita saja sedikit. Karena menulis menurut saya pribadi punya korelasi yang kuat dengan membaca.

Jadi, Mari menulis dengan semangat, dengan hati, menjadi diri sendiri.

Terimakasih sudah membaca,
Salam



2 Comments

  1. Akuuu suka gayaaa nulis begini 💕💕💕💕

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mbakku... ..

      Semangat terus mba..
      Sampe finish

      Delete

Mari budayakan berkomentar dengan bijak ya cantik :)