Perkembagan Anak Usia Dini banyak
dipengaruhi oleh apa yang dilihat dan didengar dari sekelilingnya. Oleh karena
itu keluarga khususnya orang tua menjadi teladan utama seorang anak karena
keberadaannya yang paling dekat dengan anak. Mereka akan melihat prilaku, mendengar kata-kata, dan mencontoh kebiasaan
sehari-hari orang tuanya.
Menjadi orang tua memang bukan sebuah
peran yang mudah, berbeda dengan profesi
lainnya seperti dokter, perawat, pengacara, dan guru yang bisa dipelajari
melalui pendidikan formal. Tapi menjadi orang tua mungkin hanya belajar dari
pengalaman dan kesalahan, oleh karena itu
tidak pernah ada standar orang tua yang baik didunia ini. Karena tentu
setiap orang tua ingin melakukan yang terbaik untuk anaknya, Dan setiap orang
tua memiliki kondisi yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu dalam
prosesnya tentu masih banyak ditemukan banyak kekurangan disana –sini. Meskipun
begitu orang tua tetap memiliki peran paling besar dalam pendidikan anak usia
dini.
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai
pendidikan anak usia dini, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu rentan usia
yang termasuk golongan usia dini. Menurut Beichler and Snowman (Dwi Yulianti, 2010:7), anak usia dini
adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun.
Atau bisa dikatakan anak-anak prasekolah.
Meskipun belum sekolah tapi bukan
berarti mereka tidak diberikan pendidikan. Karena pendidikan itu tidak
selamanya bersifat formal, tapi
juga bisa berupa nonformal dan informal. Dan orang tua memegang peranan
yang sangat penting dalam pendidikan dasar anak usia dini, karena bagaimanapun
orang tua adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Anak-anak usia dini sebenarnya sudah
bisa dikenalkan konsep pelajaran seperti mengenal warna, mengenal angka dan
huruf, menulis dan mengenal bentuk. Tapi yang terpenting, anak-anak usia dini
juga harus diajarkan nilai-nilai kehidupan dan budi pekerti yang baik dalam
kehidupan sehari-hari agar kelak saat dia mulai tumbuh dan berinterinteraksi
dengan orang lain dia bisa menjadi pribadi yang baik dan tangguh.
Pada usia dini karakter anak-anak
mulai terbentuk dari faktor lingkungan sekitar dan pola asuh orang tuanya. Disinilah
masa-masa kritis dimana orang tua memberikan pengaruh terbesar dalam
pembentukan karakter tersebut. Anak pemarah, anak yang cengeng, anak yang
berprestasi atau apapun hasil karakter anak nantinya dipengaruhi oleh cara
orang tua dalam mendidik anak-anaknya sejak usia dini. Pada masa ini anak-anak
lebih cendrung mencontoh dan meniru kebiasaan orang tuanya dirumah, sehingga
kita sebagai orang tua sebaiknya selalu berhati-hati dan menjaga baik sikap
maupun perbuatan kita dihadapan anak-anak.
Beberapa hal penting yang sebaiknya
para orang tua hindari kepada anak antara lain :
Tidak membentak dan berkata kasar kepada anak
Anak-anak memang selalu memiliki tingkah
lucu, unik dan menggemaskan. Tapi tak jarang juga mereka kerap kali menimbulkan
masalah yang membuat para orang tua naik pitam. Meskipun mungkin mereka hanya
melakukan kesalahan sepele seperti menolak makan, mencoret-coret tembok rumah,
memecahkan barang atau hal lainnya yang membuat para orang tua marah.
Para orang tua sebaiknya menghindari membentak
dan atau berkata kasar kepada anak meskipun emosi sedang memuncak. Karena
didalam setiap kepala anak terdapat lebih dari 10 triliun sel otak yang sedang
tumbuh. Dan satu bentakan saja mampu membunuh lebih dari 1 miliar sel otak.
Dikutip dari doktersehat.com, Menurut Martin Teicher, seorang profesor
psikiatri di Harvard Medical School, ketika orang tua berteriak kepada
anak-anaknya akan terjadi kerusakan struktur otak pada anak. Pada otak anak
yang sering dibentak, saluran yang menghubungkan otak kanan dengan otak kiri
menjadi lebih kecil. Hal ini mempengaruhi area otak yang berhubungan dengan
emosi dan perhatian. Perubahan ini pada saat anak dewasa akan menyebabkan
kecemasan, depresi, dan gangguan kepribadian, resiko bunuh diri dan aktivitas
otak yang mirip dengan epilepsi. Selain itu membentak anak juga bisa menimbulkan dampak negatif seperti anak menjadi minder dan kurang percaya diri. Karena merasa terintimidasi anak malah cendrung menjadi cuek dan tidak perduli. Bahkan dalam beberapa kasus malah menimbulkan masalah serius lain seperti anak menjadi pemberontak, tertutup dan pemarah.
Baca juga : Tips mengatasi kecanduan gadget pada anak
Tidak bertengkar dengan pasangan atau siapapun
dihadapan anak
Setiap rumah tangga pasti pernah
memiliki masalah, seringkali suami istri memiliki perbedaan pendapat yang bisa
menimbulkan konflik keluarga. Akan tetapi sebagai pasangan yang sudah memiliki
buah hati sebaiknya kita bisa mengontrol emosi kita didepan anak. Jika memang
sulit dikendalikan, kondisikan anak agar tidak melihat pertengkaran yang terjadi
diantara kedua orang tuanya.
Mungkin saat usia dini anak-anak tidak
bisa mengutarakan perasaannya saat kedua orang tuanya bertengkar, anak hanya
bisa menangis karena merasa takut. Jika orang tua sering menunjukkan
pertengkarannya dihadapan anak dikhawatirkan anak mengalami gangguan pada
kejiwaannya, seperti merasa bersalah, cemas dan bahkan depresi.
Baca juga : Jangan sepelekan Metime bagi ibu
Tidak segan memberitahu kesalahan anak
Saya sering sekali kedatangan tamu
dengan anak-anak yang luar biasa aktif, bahkan sampai merusak beberapa barang
yang ada dirumah. Sebagai pemilik rumah tentu saya merasa kurang nyaman dengan
kelakuan anak tersebut, akan tetapi orang tuanya malah terkesan membiarkan dan
memaklumi sambil mengeluarkan jurus andalan “ namanya juga anak-anak”.
Untuk saya masa anak-anak merupakan
masa pembelajaran dimana anak-anak banyak melakukan hal baru dan mungkin juga
berbuat kesalahan. Tugas kita sebagai orang tua adalah meluruskan kesalahan
yang dilakukannya, dan tentu dengan bahasa dan penjelasan yang baik. Bukan
malah memaklumi dan membiarkannya. Saat kesalahan anak tidak diluruskan, mereka
akan beranggapan bahwa hal yang dilakukannya itu adalah benar. Dan bisa terbawa
sampai dewasa nanti.
Jangan takut meluruskan kesalahan pada
anak, memang reaksi anak saat diberitahu beraneka ragam. Ada yang menerima, ada
yang ngambek atau lain sebagainya. Tapi itulah proses pembelajaran yang harus
mereka lalui dalam fase ini.
Misalkan saat anak jatuh karena
berlarian didalam rumah dan menangis, ada orang tua yang kemudian berusaha
menenangkan anak dengan cara memukul lantai dan menyalahkannya. Padahal hal
seperti ini bisa membuat anak cendrung menyalahkan orang lain atau keadaan
setiap terjadi masalah. Biasakan kemukakan kesalahan anak dengan bahasa yang
baik dan perlahan. Jelaskan konsep sebab akibat, agar anak mengerti bahwa
setiap hal yang dilakukannya memiliki dampak bagi dirinya sendiri maupun orang
lain.
Ajari anak untuk mandiri
Anak-anak perlu diajarkan kemandirian
sejak dini melalui hal-hal sederhana. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak
menjadi manja dan selalu bergantung kepada orang tuanya nanti. Ajarkan konsep
kemandirian dengan hal-hal sederhana sesuai dengan usia anak. Misalkan menaruh
pakaian kotor ke keranjang, membereskan mainan, merapihkan tempat tidur,
menaruh piring bekas makan ke tempat cucian piring dan masih banyak lagi hal
lainnya. Tapi sebelum memberikan tugas, sebaiknya orang tua memberikan contoh
cara melakukannya agar anak faham bagaimana melakukannya dengan benar.
Tidak memaksakan kehendak pada anak
Sebagai orang tua kita sering sekali
beranggapan bahwa kita tau segalanya yang terbaik untuk anak, sehingga cendrung
selalu membuat keputusan-keputusan tertentu untuk anak tanpa mengkonfirmasinya
kepada anak. Mungkin jika si anak tidak merasa keberatan dengan keputusan yang
kita buat tidak ada masalah, tapi terkadang ada anak-anak yang berani menyuarakan pendapatnya dan menolak
untuk mengikuti kemauan para orang tuanya.
Tidak membandingkan kemampuan anak dengan anak
lain
Saat berkumpul dengan teman atau
saudara saya sering sekali mendengar cerita tentang tumbuh kembang anak-anak
mereka, dan tak ayal saya juga akhirnya ikut berbagi cerita tanpa maksud
apapun. Tapi kebanyakan orang tua setelah mendengar cerita dari para orang tua
lainnya mulai sibuk membandingkan anaknya dengan anak orang lain yang mungkin
dirasa lebih baik dari anaknya. Entah soal
tumbuh kembang, sikap atau soal peringkat disekolah.
Padahal setiap anak memiliki kemampuan
dan karakternya khasnya tersendiri yang membuatnya berbeda dari anak lainnya.
Bahkan anak kembar identik sekalipun pasti memiliki perbedaan, lalu bagaiman kita bisa
membandingkan anak kita dengan anak orang lain yang jelas berbeda dari faktor
keturuanan, lingkungan, cara mendidik dan lainnya. Tentu hal itu adalah sebuah
kesalahan.
Tidak usah lagi resah dan khawatir
dengan komentar atau perkataan orang tentang bagaimana anak kita. Karena tugas
orang tua bukanlah untuk mengoreksi kekurangan yang ada pada anak, tapi
membimbingnya dan mengolah potensi yang dimiliki agar menjadi anak yang kelak
berguna bagi banyak orang.
Jadi saat ada yang mulai berkomentar “
anakku 9 bulan sudah bisa jalan, kok anakmu belum!” cukup percaya dalam hati
bahwa 2 tahun kedepan mungkin mereka sudah bisa berlarian tanpa pernah
mengungkit siapa yang bisa jalan lebih
dulu.
Saat anak mungkin mendapat nilai yang
kurang memuaskan, jangan melabeli anak dengan predikat yang kurang baik seperti
“pemalas”,”bodoh”, dan kata negatif lainnya. Karena akan membuat anak menjadi
tidak percaya diri, jangan pula membandingkannya dengan prestasi anak lainnya
karena akan membuatnya merasa tidak dianggap. Tapi angkatlah semangat anak dan
bantu dalam belajar untuk mendapatkan nilai yang lebih baik kedepannya.
Kenali dan arahkan potensi anak
Sebagai orang tua tentu kita tau
hal-hal yang disukai dan tidak disukai oleh anak kita. Kita juga bisa mengamati
potensi anak lewat kegiatan sehari-harinya. Misalkan anak aktif dan tidak bisa
diam, arahkan anak pada kegiatan-kegiatan fisik seperti bermain bola, bermain
sepeda dan kegiatan fisik lainnya. Atau
jika anak cendrung lebih suka mencoret-coret tembok, arahkan dia pada
kegiatan seperti melukis, mewarnai dan menulis.
Jika memang kita melihat bakat khusus
pada anak tidak ada salahnya memasukkannya kesekolah khusus yang sesuai dengan
minat dan bakatnya.
Metode Belajar Pada Anak Usia Dini
Berbicara soal sekolah, saat ini ada
banyak juga orang tua yang mulai memberikan pendidikan formal kepada
anak-anaknya dengan menyekolahkan anaknya di usia dini. Apalagi sekolah-sekolah
anak usia dini juga sudah ditemukan disekitaran kita dengan metode pembelajaran
yang beragam mulai dari yang berbasic islam, KB, Daycare , sampai sekolah
dengan konsep bermain di alam.
Pendidikan
yang diberikan pada anak usia dini
diharapkan mampu mengenalkan anak pada bidang pembelajaran dan melatihnya untuk
berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Selain itu fungsi utama diberikannya
pendidikan usia dini adalah untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
anak di berbagai aspek seperti, perkembangan kognitif, bahasa, fisik, sosial
dan emosional.
Tapi meskipun sudah dimasukkan ke sekolah,
sebagai orang tua kita tidak serta merta melepaskan kewajiban mengajar kepada
gurunya disekolah. Saat di rumah pun kita ajarkan kepada anak-anak pelajaran
tapi dengan metode belajar yang menyenangkan.
Atau jika memang belum berencana
memasukkan anak ke sekolah, orang tua bisa mengajarkan anak-anaknya yang berusia dini
dengan metode pembelajaran sebagai berikut:
Belajar Sambil Bermain
Pada usia dini kewajiban seorang anak
adalalah bermain. Pada usia ini anak-anak memang tidak berfokus pada belajar.
Jadi ketika para orang tua ingin mulai mengenalkan pendidikan formal pada anak
usia dini sebaiknya gunakan metode yang menyenangkan. Membuat anak-anak belajar
meskipun dengan cara bermain permainan sederhana.
![]() |
Belajar itu tidak selalu soal berhitung dan membaca, dengan bermain juga mengajarkan anak tentang keberanian dan kepercayaan diri |
Buat metode belajar yang mengasyikkan
Anak-anak usia dini cendrung merasa
cepat bosan dan kurang fokus terhadap satu hal untuk waktu yang lama. Oleh
karena itu sebaiknya gunakan metode belajar yang mengasyikkan untuk anak.
Kenali juga kegemaran anak, jadi kita
bisa membuat sebuah pancingan dari hal yang disukainya agar anak mau mengikuti
alur belajar yang dibuat.
Berikan perhatian penuh saat belajar
Saat mengajarkan anak sebaiknya orang
tua memberikan perhatian penuh kepada anak-anaknya, jangan mengajarkan anak
sambil bermain gadget, menonton TV atau melakukan kegiatan lain. Sehingga anak
merasa tidak diperhatikan.
Memang butuh waktu khusus untuk
mengajarkan anak, oleh karena itu pilihlah waktu yang pas baik untuk anak dan
orang tuanya. Kalau saya pribadi biasaya waktu belajar itu antara jam 7 sampai
jam 8 malam, atau ba’da isya sampai jam setengah 9. Tidak perlu terlalu lama,
asal belajar dengan rutin, dan fokus anak juga bisa cepat menangkap apa yang
diajarkan.
Buat variasi belajar yang berbeda agar anak
tidak bosan
Sama seperti orang dewasa anak-anak
juga bisa merasa bosan terhadap suatu hal, termasuk belajar. sebaiknya gunakan
variasi belajar yang berbeda –beda atau berganti setiap minggunya agar anak
tidak mudah jenuh saat belajar. Misalkan hari ini belajar mengenal warna dengan
barang-barang mainannya. Besoknya bisa belajar mengenal huruf dengan bantuan
alat peraga yang menarik.
Memang dibutuhkan kesabaran dan
kreativitas untuk membuatnya, tapi demi anak apapun bisa dilakukan orang tua
kan ?. heheh
Baca juga : Renang murah meriah di waterpark bekasi
Tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik dan
mengarahkan
Dulu saya memiliki pengalaman yang
cukup membekas diingatan, saat TK ketika saya belajar dan salah orang tua saya
akan menggulung kertas koran dan memukulkannya ke kaki atau tangan. Mungkin
tujuan orang tua saya saat itu baik, tapi entah kenapa memori yang diingat jadi
kurang menyenangkan.
Banyak orang tua akhirnya memilih
metode kekerasan ketika mengajarkan anaknya, memukul, mencubit atau sekedar
mengancam. Padahal dengan kekerasan belum tentu anak menjadi lebih pintar atau
bisa belajar lebih baik. Malah akan membuat anak merasa takut, trauma bahkan
nantinya kebiasaan tersebut bisa menurun ke prilakunya terhadap anaknya kelak. Karena kekerasan cendrung menurun,
anak yang dididik dengan kekerasan membuatnya menjadi orang tua yang keras
dikemudian hari.
Tidak mengandalkan belajar disekolah
Ada beberapa orang tua yang merasa
sudah cukup ketika anaknya sudah disekolahkan. Padahal orang tua juga memiliki
peranan penting dalam proses belajar mengajar anak. Orang tua bisa mengevaluasi
hasil belajar anak disekolah, dan mengulangnya kembali dirumah agar anak lebih
cepat faham.
Belajar secara bertahap dan perlahan
Setiap orang tua tentu ingin anaknya
tumbuh menjadi anak yang pandai dan cerdas. Akan tetapi dalam mengajarkan anak usia dini sebaiknya pengajaran dilakukan
secara bertahap dan perlahan. Jangan terburu-buru memaksakan anak untuk belajar
membaca atau berhitung. Mulailah belajar dari hal-hal yang sederhana seperti
mengenal warna, kemudian pengenalan angka, pengenalan huruf. Dan jika memang
dilatih untuk menulis sebaiknya mulai membuat tulisan dari garis-garis
sederhana.
Belajar sesuai
dengan usianya
Dalam proses
belajar pada anak usia dini harus dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan
usianya. Anak umur 2 tahun tidak bisa disamakan metode belajarnya dengan anak
usia 4 tahun yang perkembangan motorik dan pemahamannya sudah jauh diatasnya. Oleh
karena itu menjadi perhatian juga bagi para orang tua ketika mulai mengajarkan
pelajaran kepada anak-anaknya. Apalagi yang hendak menyekolahkan anaknya diusia
dini, orang tua harus mencari tau apa
saja yang diajarkan sekolah kepada anak-anaknya. Apakah metode
pembelajaran yang diberikan tersebut terhadap usia anak. Karena ada juga
sekolah PAUD (Pendidikan Usia Dini) yang mencampur anak dalam rentan usia
berbeda dalam satu kelas karena keterbatasan tempat atau pendidik. Alhasil anak-anak
dengan usia lebih kecil cendrung sulit mengikuti pelajaran dan malah asik
bermain sendiri. Nah jangan sampai niat kita menyekolahkan anak agar anak bisa
mendapatkan pendidikan yang baik malah sia-sia.
Terimakasih
sudah membaca. Salam
Sumber referensi :
https://eprints.uny.ac.id/7778/3/bab%202%20-%2009111247009.pdf
https://doktersehat.com/membentak-anak-sebabkan-kerusakan-otak/
0 Comments
Mari budayakan berkomentar dengan bijak ya cantik :)